bulat.co.id - Proses pleno
rekapitulasi suara Pemilihan Umum alias
Pemilu 2024 di tingkat kecamatan dihentikan sementara.Penghentian itu tanpa adanya satupun penjelasan dari Komisi Pemilihan Umum (
KPU).
Proses penghentian
rekapitulasi tersebut terungkap dari sebuah selebaran yang beredar luas.
Selebaran tersebut berisi imbauan untuk menghentikan sementara pleno
rekapitulasi suara untuk membersihkan data ekstrim dari Sirekap
KPU.
Menanggapi hal ini, Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Deddy Yevri Sitorus telah mendesak Komisi Pemilihan Umum (
KPU) memberi penjelasan atas penghentian proses tersebut.
Selebaran itu, menurutnya, memunculkan dugaan adanya upaya tersistematis mengakali suara hasil pemilu, demi utak atik kursi berujung pada jatah Ketua DPR periode 2024-2029, dan atau demi meloloskan salah satu parpol tertentu pesanan penguasa ke Parlemen.
"Ada informasi di daerah bahwa
KPU Pusat memerintahkan penghentian
rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. yang mana hal itu tak dikonsultasikan dengan peserta pemilu dan komisi II DPR," kata Deddy Yevri, melansir bisnis.com, Senin (19/2/2024).
Penghentian proses
rekapitulasi, kata Deddy Yevri, sah saja dilakukan oleh
KPU, namun syaratnya dalam kondisi force majeure.
Yang dimaksud kondisi force majeure adalah seperti kejadian gempa bumi atau kerusuhan massa.
"Kami dapat informasi alasannya penghentian adalah karena sistem Sirekap mengalami kendala di pembacaan data. Padahal Sirekap itu bukan metode penghitungan suara yang resmi dan sah. Rujukan perhitungan suara adalah
rekapitulasi berjenjang, atau C1 manual," kata Deddy.
Kalaupun alasannya force majeure memang benar adanya, lanjut Deddy, seharusnya penghentian proses
rekapitulasi hanya dilakukan di daerah terdampak.
"Jadi misalnya gempa bumi atau kerusuhan terjadi di di daerah A, maka penghentian
rekapitulasi hanya terjadi di daerah A. Ini kok kami dapat informasi bahwa penghentian terjadi di seluruh Indonesia," urainya.