bulat.co.id -JAKARTA | Pernyataan usulan penundaan
Pilkada oleh Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, berbuntut panjang. Dia dilaporkan ke
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pernyataan tersebut.
Namun, Bagja mengaku siap jika dirinya
dipanggail DKPP untuk menjelaskan apa yang sudah disampaikannya itu. "Penyelenggara
Pemilu itu punya kewajiban untuk kalau dipanggil di DKPP harus datang, dan
dijelaskan," kata Bagja di Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (9/8/2023).
Baca Juga :Bangun Sinergitas, KPU dan Bawalu Temui Kapolres Padang Sidimpuan
Menurutnya, sudah menjadi resiko penyelenggara Pemilu jika ada laporan ke DKPP.
Dia pun siap untuk menjelaskan jika dipanggil. "Silakan. Kami
penyelenggara Pemilu itu ada risiko yang kemudian harus kita tanggung. Namanya
pelaporan ke DKPP, kita harus jelaskan," jelasnya.
Sebelumnya, Rahmat Bagja dilaporkan ke DKPP oleh masyarakat sipil. Rahmat Bagja
dilaporkan atas pernyataannya yang mengusulkan Penundaan Pilkada serentak. Perwakilan
pelapor Darmansyah menilai, Rahmat Bagja melanggar kode etik atas usulan
penundaan pilkada. Dia pun menyebut Rahmat Bagja melanggar 4 pasal.
"Pasal yang diduga dilanggar oleh Ketua Bawaslu Republik Indonesia di
antaranya Pasal 8 Huruf c Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum, Pasal 11 Peraturan DKPP
Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara
Pemilihan Umum, Pasal 17 Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum dan Pasal 19 Huruf J
Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku
Penyelenggara Pemilihan Umum," ujar Darmansyah dalam keterangan
tertulisnya, Senin (7/8).
Darmansyah menilai, Rahmat Bagja melakukan pelanggaran kode etik karena adanya
potensi penggiringan opini. Menurutnya, Bawaslu tidak seharusnya bicara usulan
tersebut, sebab tugasnya hanya mengadili pelanggaran pemilu.
Baca Juga :Ini Jadwal Kampanye Sesuai PKPU 15 Tahun 2023
"Padahal logika sederhana menurut kami, bahwa Bawaslu hanya wasit yang
bersifat mengadili ketika terjadi pelanggaran Pemilu bukan justru menentukan
tahapan dan proses pelaksanaan," ujarnya.
Seperti diketahui, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam Rapat Koordinasi
Kementerian dan Lembaga Negara yang diselenggarakan Kantor Staf Presiden (KSP)
Jakarta, Rabu (13/7/2023) menyampaikan usulan penundaan Pemilu. Bagja
mengungkap sejumlah kekhawatirannya jika Pilkada digelar November 2024.
"Kami khawatir sebenarnya Pemilihan 2024 ini karena pemungutan suara pada
November 2024 yang mana Oktober baru pelantikan presiden baru tentu dengan
menteri dan pejabat yang mungkin berganti," kata Bagja keterangannya,
Kamis (14/7).
"Karena itu, kami mengusulkan sebaiknya membahas opsi penundaan pemilihan
(pilkada) karena ini pertama kali serentak," sambungnya.
Bagja lantas meluruskan maksud pernyataannya itu. Dia mengatakan, pernyataan
tersebut sebetulnya bukan untuk meminta Pilkada ditunda. "Ya monggo aja
(kalau mau dipanggil), pertama kami tidak pernah ya membahas itu dalam
statement resmi, itu nggak ada. Jadi jangan dipotong tiba-tiba penundaan,"
kata Bagja di kantor Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (25/7). (dhan/dtk)