bulat.co.id -JAKARTA |
Sedikitya 337 juta data warga di Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)
bocor. Bahkan data itu dijual di internet dan menghebohkan publik.
Menyikapi hal ini, para pakar keamanan siber menyarankan agar
pemerintah menginformasikan kepada masyarakat soal kebocoran 337 juta data
warga.
"Yang kita inginkan adalah pengelola data bisa mengakui bahwa
benar ini datanya bocor, datanya otentik dan ia perlu menginformasikan ke
pemilik data kalau data yang dikelolanya bocor. Supaya masyarakat pemilik data
tahu kalau datanya bocor dan bisa dieksploitasi. Itu sebenarnya yang harus
dilakukan setiap kali terjadi kebocoran data," kata pakar forensik digital dan
komputer dari Vaksincom, Alfons Tanujaya saat dihubungi, Selasa (18/7/23).
Baca Juga :Antisipasi Maraknya Kejahatan Jalanan, Begal dan Genk Motor, Polda Sumut Perintahkan Jajaran Patroli
Kemudian, kata Alfons, pengelola
data belajar bagaimana
mengelola
data dengan baik. Apalagi jika bisa mengungkap celah kelemahannya.
"Lalu pengelola
data belajar bagaimana mengelola
dan mengamankan
data dengan baik supaya tidak
bocor lagi. Syukur-syukur bisa
mengungkapkan di mana celahnya supaya kita pengelola
data yang lain bisa
belajar dan tidak melakukan kecerobohan yang sama," katanya dilansir detikcom.
Dia menyebut bahwa mungkin saja elemen
data tidak
sama dengan database kependudukan itu benar. Namun, menurutnya poinnya bukan di
situ. "Soal elemen
data tidak sama
dengan database kependudukan mungkin saja benar. Tetapi itu bukan poinnya,"
kata Alfons.
Baca Juga :Hollywood Mogok dan Stasiun TV Merugi, Industri Media AS Kacau Balau
Baginya,
Kemendagri harus membuktikan keontetikan
data ini. "Itu yang paling penting," katanya.
Bahaya Data Bocor Untuk Pilpres
Sementara itu, pakar keamanan siber CISSREC
Pratama Persadha mengingatkan bahwa kejadian ini bisa seperti kasus Pilpres di
Amerika Serikat tahun 2016. Saat itu, heboh soal skandal Cambridge Analityca.
Menurutnya, ini berbahaya.
"Ini kayak kasus Pilpres Amerika 2016, di mana ada
skandal Cambridge Analityca. Data-data di dalamnya valid. Ini adalah bahaya.
Karena dengan NIK dan No KK saja bisa dipakai untuk registrasi SIM cards. Bisa
dipakai untuk kejahatan, penipuan, dan lain-lain. Apalagi ada field nama ibu
kandung. Bisa dipakai untuk fraud perbankan," katanya.
Dia juga mengatakan bahwa bahaya lain terkait
Pilpres. Data ini, lanjutnya, bisa dimanfaatkan untuk kampanye Pilpres 2024.
"Yang bahaya lagi adalah, data-data ini
digabungkan dengan data simcard, dan data-data lain, bisa digunakan untuk
kampanye di tahun 2024," ujarnya.
Baca Juga :Miris,,! SDN di Padang Hanya Punya 2 Murid Baru dari PPDB 2023
Sebelumnya, dugaan kebocoran
data ini awalnya diungkap pendiri Ethical
Hacker Indonesia, Teguh Aprianto. Pemilik akun Twitter @secgron ini menyebut
data Dukcapil yang diduga
bocor itu terbilang cukup lengkap, yakni mencakup
nama, NIK, nomor KK, tanggal lahir, alamat, nama ayah, nama ibu, NIK ayah, NIK
ibu, nomor akta lahir/nikah, dan lainnya
"Kali ini yang
bocor adalah
data kita semua di Dukcapil
sebanyak
337 juta data," ujar Teguh dalam dalam postingannya.
Teguh merujuk kejadian-kejadian dugaan kebocoran
data sebelumnya di mana instansi terkait buru-buru membantah dan hasil
investigasi tidak disampaikan ke publik. Padahal, publik bisa menanggung akibat
kebocoran
data ini.
"Padahal yang
bocor itu adalah
data publik dan
yang menanggung kerugiannya adalah masyarakat. Bahkan rekomendasi pun tak
pernah diberikan sama sekali," ungkapnya.
Kemendagri Angkat Bicara Terkait Kebocoran Data
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah angkat
bicara soal dugaan kebocoran data dukcapil ini. Kemendagri menyebut bahwa data
yang beredar tidak sesuai dengan format yang ada
"Untuk sementara, dapat diinformasikan bahwa data
yang ada di breachforums, jika dilihat dari format elemen datanya, tidak sama
dengan database kependudukan yang saat ini terdapat pada Ditjen Dukcapil," kata
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Benny Irwan, beberapa waktu lalu.
Meski demikian, Kemendagri akan menyelidiki lebih
lanjut dugaam bocornya data itu. Kemendagri bakal bekerja sama dengan BSSN dan
Kemenkominfo.