bulat.co.id – Ratusan masyarakat kelurahan Pulo Padang, kecamatan Rantau Utara, kabupaten Labuhanbatu, Kamis 14 Juli 2022, resmi ajukan gugatan hukum terkait perizinan pabrik PT Pulo Padang Sawit Permai (PPSP) ke Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat.
Didampingi kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum Bela Rakyat Indonesia (LBH-BRI), masyarakat yang menolak pabrik sejak awal pembangunan tahun 2017 silam tersebut mendaftarkan gugatan secara langsung dan menyerahkan dokumen gugatan ke pihak PN Rantauprapat.
“Ada 474 yang menandatangani gugatan dari total 567 warga. Sebagian yang belum menandatangani lebih dikarenakan sedang bekerja, namun sudah terkonfirmasi. Jumlah yang menggugat ini sebenarnya jauh lebih besar lagi, namun banyak yang sedang bekerja,” jelas warga Pulo Padang, Dedi Halomoan Rambe, usai memasukkan gugatan di PN Rantauprapat, Kamis (14/7) siang, di Rantauprapat.
Gugatan masyarakat tersebut, kata Dedi, diterima langsung oleh kepaniteraan PN Rantauprapat dengan nomor perkara 68/Pdt.G/2022/PN Rap. Dengan terdaftarnya gugatan ini, maka persoalan pabrik telah resmi sebagai sengketa hukum antara masyarakat Pulo Padang yang menolak pabrik dengan PT. Pulo Padang Sawit Permai (PT. PPSP).
Terpisah, kuasa hukum masyarakat dari Lembaga Bantuan Hukum Bela Rakyat Indonesia (LBH-BRI), Yarham Dalimunthe, membenarkan telah masuknya gugatan ratusan masyarakat Pulo Padang tersebut.
“Benar, bahwa hari ini kami bersama masyarakat sudah memasukkan gugatan ke PN Rantauprapat dan telah terdaftar resmi gugatan masyarakat ini,” jelas Yarham, Kamis (14/6) di Rantauprapat.
Terkait pihak yang digugat, diantaranya PT. Pulo Padang Sawit Permai, Bupati Labuhanbatu berikut beberapa Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) terkait, DPRD Labuhanbatu, serta sejumlah kementerian terkait.
“Artinya, dengan masuk dan diterimanya gugatan hukum ini, maka apapun yang berkaitan dengan persoalan ini, termasuk mediasi harus dilakukan di pengadilan,” pungkas Yarham.
Seperti diberitakan, penolakan terhadap pabrik kelapa sawit PT Pulo Padang Sawit Permai telah dilakukan masyarakat setempat sejak tahun 2017 silam. Penolakan tersebut dilakukan masyarakat karena keberadaan pabrik yang berada di wilayah pemukiman, dan berbatas langsung dengan sarana pendidikan dan ibadah.
Masyarakat menilai keberadaan pabrik akan berdampak negatif dalam jangka panjang terhadap kesehatan dan kenyamanan masyarakat terutama yang berada disekitar pabrik. (MAH)