bulat.co.id -Dalam sejarah yang panjang, peran pemuda dalam
perpolitikan Indonesia telah mengalami dialektika dengan berbagai kontekssosio-kultural yang dihadapinya, jauh sebelum Indonesia merdeka, pemuda telah memperlihatkan partisipasi politik yang tinggi sebagai manifestasi dari keinginan untuk membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat. Peran pemuda dalam politik Indonesia abad ke-20 merupakan fenomena khas kaum muda.
Meluasnya kesempatan penduduk untuk memperoleh pendidikan, industrialisasi dalam batasbatas tertentu, urbanisasi, disintegrasi masyarakat primitif, teknologi berkembang dengan cepat telah menunjukkan dengan baik bahwa perubahan-perubahan pada ranah struktur sosio-kultural telah membentuk kurang lebih apa yang disebut dengan nilai-nilai "rasional", inilah yang menjadi dasar bagi gerakan politik kaum muda.
Rasionalisasi nilai-nilai tradisional telah membawa keguncangan bagi sebagian masyarakat terutama pada masyarakat yang bersifat tertutup dan primitif, khususnya terhadap nilai-nilai baru, didukung oleh agama yang dipahami dan dipraktekkan bersifat konservatif, anti reformisme dan berbagai persoalan budaya yang ikut menentukan gerak awal kaum muda dalam politik Indonesia.
Memotret peran dan partisipasi politik kaum muda dalam pentas perpolitikan Indonesia sangat penting bagi upaya mencari jalan sebagai upaya memahami eksistensi politik kaum muda.
Kini wacana pemimpin muda mencuat kembali dalam politik Indonesia, meski sebenarnya eksistensi politik kaum muda semakin menunjukkan grafik meningkat seiring dengan iklim politik yang semakin demokratis. Implikasi ini tak ayal berimbas juga pada konstalasi perpolitikan di daerah.
Tidak sedikit narasi "Pemuda" dibangun dan dijadikan komoditas oleh para politisi sebagai bagian dari cipta kondisi untuk menggaet suara pemuda sebagai swing voter, tetapi narasi yang diciptakan tidak melulu memiliki suasana kebatinan yang sama pada pandangan para pemuda.
Banyak yang berpandangan bahwasannya pemuda adalah seorang individu yang masuk pada kategori usia tertentu sehingga ia disebut dengan pemuda tetapi apabila kita memandang pemuda secara holistic, pemuda digambarkan bukan hanya dari aspek biologis, kategori usia atau hal-hal yang tidak ada pada generasi terdahulu.
Mochtar Naim mendefinisikan bahwasannya pemuda adalah sekelompok individu yang ditandai dengan semangat, energi, kreativitas, dan dinamisme.Pemuda memiliki potensi untuk berperan aktif dalam membangun masyarakat dan menghadapi berbagai tantangan zaman. Definisi tersebut diperkuat oleh pendapat E.
Depasquito terkait pemuda yaitu yang memiliki kekuatan dan energi yang tinggi. Pemuda memiliki semangat untuk mencapai tujuan hidupnya dan berani menghadapi tantangan yang ada.
R.E. Smith mencirikan pemuda sebagai kelompok usia yang memiliki keberanian untuk menjalani perubahan dan eksplorasi dalam mencapai kematangan fisik, mental, dan emosional.
Dalam pandangan para ahli diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya pemuda tidak hanya dapat dilihat dari aspek biologis saja melainkan kita harus mampu melihat pemuda itu dari pemikirannya, inovasinya, kemampuan serta kapasitasnya dan juga tidak luput dari aspek kematangan emosinya tanpa melulu melihat dari kategori usia. Selama itu sejalan dengan kondisi kontemporer dan juga relevan dengan keresahan pemuda pada umumnya bisa disimpulkan bahwasannya seseorang itu dikatakan sebagai representasi pemuda walaupun sudah melewati usia 35 tahun.
Pemimpin yang visioner adalah pemimpin yang dalam dirinya terdapat esensi kepemimpinan yang bersifat integratif, artinya pemimpin perlu memiliki kesatuan pandangan mengenai agama, kehidupan sosial, kehidupan politik kenegaraan, ekonomi, hukum, dan budaya. Pemimpin yang unggul dalam soal agama, unggul dalam pemikiran tentang politik, tata negara, ekonomi, hukum, manajemen dan peradaban atau dapat kita sebut sebagai tipe pemimpin ideal dengan sendirinya akan membawa implikasi bagi rekonstruksi apa yang selama ini dinilai benar secara politik oleh sebagian orang, ternyata suatu penyimpangan dalam arti sesungguhnya menurut ukuran kebenaran.
Dalam kontestasi politik khususnya pilkada mendatang banyak sekali yang mengatasnamakan kaum muda yang tampil untuk meramaikan dan berpartisipasi pada pemilihan kepala daerah tersebut dan menjadikan dirinya seolah-olah represntasi dan simbol dari kaum muda tetapi hal itu belum tentu sejalan dengan realitas dan keinginan kaum muda secara hakiki.
Peran pemuda memang sangat penting dan cukup diperhatikan terutama pada konteks politik elektoral seperti pilkada karena kaum muda menjadi kaum dengan persentase terbesar dibandingkan dengan yang lainnya sehingga hal tersebut menjadi dua mata pisau bagi pemuda apakah memang mewakili pemuda atau hanya menjadikan pemuda sebagai komoditas dan narasi politik semata.
Dinamika politik nasional menuju Pilkada 2024 semakin ramai, seiring dengan aksi-reaksi yang terjadi di antara kekuatan yang akan memasuki gelanggang pertarungan.
Partai politik kini harus mengayuh di antara harapan publik yang tecermin dari opini publik yang berkembang, kepentingan partai lain, dan tentunya kepentingan politik mereka sendiri.
Perlahan tapi pasti, politik yang tadinya sangat acak mulai membentuk pola yang harus dibaca secara cermat oleh elite partai.Terdapat beberapa kajian ilmiah terkait kepemimpinan masa depan Indonesia.
Diantaranya adalah pemimpin masa depan harus mampu menggerakkan dunia kerja, dunia kreativitas, dunia inovasi, jiwa entrepreneurship, dan memengaruhi pasar dan industri global (Peramesti dan Kusmana, 2018).
Kemudian, gaya kepemimpinan yang disuka oleh para milenial lebih banyak mengarah ke kepemimpinan yang sifatnya merakyat dan demokrasi (Premelani dan Widyastuti, 2021).
Pemimpin masa depan adalah mereka yang mampu melihat akar permasalahan bangsa, menawarkan solusi alternatif, dan memiliki pandangan global, demokratis, serta menghargai keragaman dengan menghindari pilihan tindakan radikal atau konflik (Tanti, 2012).
Selanjutnya, terdapat pula kajian tentang kelompok milenial.Diantaranya, generasi millennial merupakan generasi modern yang aktif bekerja, penelitian, dan berpikir inovatif tentang organisasi, memiliki rasa optimisme dan kemauan untuk bekerja dengan kompetitif, terbuka, dan fleksibel.
Generasi ini dapat menjadi sebuah motor penggerak untuk mewujudkan pembangunan dalam masyarakat, dan mampu beradaptasi dengan modernisasi. Oleh karena itu diperlukan seorang pemimpin perlu untuk menyesuaikan dengan generasi yang mereka pimpin (Bhagawanta, 2019).
Di samping itu, ada tujuh karakteristik unik pemimpin Indonesia di pemerintahan daerah. Pertama, sebagian besar individu paruh baya. Kedua, kebanyakan pria.
Ketiga, agama dan kesukuan merupakan faktor esensial dari elektabilitas kepala daerah. Keempat, kebanyakan dari mereka sangat tinggi berpendidikan.
Kelima, banyak dari mereka berasal dari pejabat pemerintah. Enam, mereka aktif mengikuti berbagai organisasi. Ketujuh yang sangat amat penting, mereka juga sangat berpengalaman dalam bidang pemerintahan. Karakteristik pemimpin Indonesia dapat saling terkait satu sama lain.
Pemimpin Indonesia tidak hanya berpendidikan tinggi tetapi juga berpartisipasi aktif berbagai organisasi dan memiliki pengalaman yang luas dalam peran kepemimpinan dan sektor pemerintah terkait lainnya (Angkawibawa dan Rezki, 2023).
Pemilih muda harus mampu menilai seorang kontestan dari kacamata "policy-problem solving", yaitu sejauh mana para kontestan mampu menawarkan program kerja atas solusi bagi suatu permasalahan yang ada, juga memiliki kepekaan terhadap masalah nasional dan kejelasan program kerja. Hal tersebut harus dapat dibuktikan dari seberapa pengalaman yang dimiliki.
Meneladani Mohammad Hatta, bahwa pemimpin harus bertanggung jawab atas tindakannya, dan demokrasi tidak hanya memilih figure yang terbaik, yaitu tidak semata memiliki nilai dan daya ikat emosional (seperti sisi personal figur seorang pemimpin).
Tetapi, demokrasi juga melihat nilai fungsional, yakni terkait gagasan dan kemampuan dalam mengatasi ragam persoalan dalam dan luar negeri.
Kesadaran politik pemilih muda perlu dijaga bahkan ditingkatkan pada Pemilu 2024 dengan cara antara lain mengakomodasi tuntutan pemilih diberikan hak bersuara secara LUBER dan JURDIL agar dalam pelaksanaan Pemilu 2024 dapat bermakna serta memenuhi syarat dari segi kualitatif maupun kuantitatif.
Perlu adanya upaya program paradigmatik, lebih kreatif dan produktif dari para penyelenggara pemilu. Selain itu upaya sosialisasi dan pendidikan politik yang dilakukan oleh peserta pemilihan lebih massif dalam melakukan pertukaran gagasan terkait visi dan misi program pembangunan, mengingat pemimpin masa depan Indonesia khususnya daerah haruslah dapat menggunakan segala kekuatan dan mengatasi kelemahannya untuk menghadapi tantangan dan peluang di masa mendatang.
Harapan penulis adalah selain mengingatkan untuk diri sendiri semoga ini bisa menjadikan pesan dan harapan untuk para pemuda di pilkada mendatang bahwasaanya jangan sampai golongan muda yang seharusnya menjadi generasi penerus dijadikan hanya sebagai komoditas politik semata tanpa didengarkan suaranya dan diperankan keberadaannya.
Sosok yang hadir haruslah seorang yang memiliki kaliber pemimpin yang memiliki track record baik dan pengalaman mempuni (qualified) dan terbukti (proven).
Selain daripada itu bagi siapapun yang akan berkontestasi pada pilkada mendatang harus mampu mengejawantahkan pemikiran dan keresahan dari pemuda karena percayalah bahwasannya pemuda hari ini menawarkan sebuah gagasan atas dasar keresahan khalayak umum untuk kemajuan bersama.