bulat.co.id - Isu global warming nyata adanya. Studi terbaru menunjukkan
krisis air di benua Eropa rupanya makin mengkhawatirkan.
Sebuah studi dari Graz University of Technology Austria
mengungkapkan situasi air di Eropa telah menjadi "sangat genting".
Sejumlah danau di beberapa negara Eropa pun telah mengering karena hujan yang
jarang turun.
Baca Juga: Mumi 'Putri Duyung' di Jepang Ternyata Hasil Rekayasa Manusia
"Beberapa tahun lalu, saya tidak pernah membayangkan
air akan menjadi masalah di Eropa," kata salah satu periset, Torsten Mayer-Gurr
seperti dilansir detikTravel, Minggu (26/2/2023).
"Kita benar-benar dalam masalah berkaitan dengan
pasokan air di sini. Kita harus berpikir soal ini," ujarnya menambahkan.
Studi tersebut dibuat dengan memanfaatkan data dua satelit
yang diberi nama Tom dan Jerry. Satelit tersebut mengorbit di ketinggian 490 km
dari permukaan Bumi dengan jarak satu dan lainnya mencapai 200 km.
Satelit yang berada di belakang tidak boleh jauh tertinggal
dengan yang ada di depan. Karena itulah, dua satelit tersebut dinamakan Tom dan
Jerry, sesuai tokoh kartun yang kerap berseteru.
Salah satu negara yang mengalami kekeringan cukup parah
adalah Prancis. Negara tersebut mengalami "32 hari berturut-turut tanpa
curah hujan signifikan dari 21 Januari hingga 21 Februari". Hal tersebut
merupakan yang terpanjang sejak 1959.
Krisis hujan tersebut membuat danau-danau dan sungai-sungai
di Prancis dalam kondisi kritis. "Tanah lebih kering daripada yang
biasa," kata ahli iklim Meteo-France, Simon Mittelberger.
Mittelberger menambahkan, hujan salju juga berada dalam
tingkat yang rendah. Hal itu terjadi di daerah Pyrenees yang "mendekati
rekor terendah kuantitas salju sepanjang tahun tersebut," kata
Mittelberger.
Di Pegunungan Alpen, jumlah salju menyusut 63 persen
daripada yang biasa berdasarkan data dari CIMA Research Foundation. Krisis
salju di musim dingin pun dapat mengancam persediaan air di musim semi dan
panas. Pasalnya, tidak ada salju yang mencair yang dapat menambah pasokan air
di sungai.
Di musim panas lalu, Prancis telah mengalami kekeringan
terburuk. Menurut Mittelberger, situasinya bisa "lebih buruk jika tidak
ada curah hujan yang signifikan di dalam beberapa bulan ke depan," kata
Mittelberger.
Sementara itu di Italia, sungai terpanjang Po mengalami
penyusutan jumlah air sebanyak 61 persen daripada yang biasanya tahun ini.
Pemerintah Italia pada musim panas lalu pun telah
mengumumkan keadaan darurat di area sungai tersebut.
"2023 baru saja dimulai. Tetapi itu sudah menunjukkan
tanda-tanda yang memburuk dalam hal cuaca dan kekeringan," kata Giorgio
Zampetti, Manajer Umum Legambiente, sebuah kelompok pemerhati lingkungan di
Italia.
Situasi serupa terjadi di Spanyol yang mengalami cuaca
terpanasnya tahun lalu. Hal tersebut pun berdampak kepada pasokan air di Negeri
Matador.
"Kita tidak bisa menggaransi pasokan air untuk minum
dan ekonomi dengan hanya mengandalkan hujan," kata Menteri Transisi
Ekologis, Teresa Ribera.
Menanggapi situasi ini, Spanyol telah berinvestasi sekitar
US$24 miliar atau Rp366 triliun untuk pengaturan air semisal memperbaiki
sanitasi dan modernisasi irigasi.