bulat.co.id - Forum komunikasi antar relawan Ganjar-Mahfud, mahasiswa, dan masyarakat sipil untuk DEMOKRASI, mengeluarkan Petisi Brawijaya di Jakarta. Petisi tersebut berisi 5 tuntutan termasuk menolak hasil Pilpres 2024.Wakil
Relawan Ganjar-Mahfud, Haposan Situmorang menyatakan, tuntutan pertama adalah menolak hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024.
"Hal itu, terkait dugaan kuat kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024, yang dilakukan secara terstruktur, sistematif, dan massif yang menguntungkan paslon tertentu, sehingga secara sungguh- sungguh telah menghianati demokrasi dan konstitusi, yang dapat mengancam dan membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," kata Haposan, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (18/2/2024).
Kedua, meminta penggantian komisioner KPU dan Bawaslu yang ada saat ini, dan membentuk KPU dan Bawaslu yang baru untuk melaksanakan pemilihan ulang secara jujur dan adil (jurdil), khususnya Pilpres 2024-2029.
Ketiga, memprotes keras deklarasi kemenangan pasangan calon nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang dilakukan secara selebrasi berdasarkan hasil quick count.
Padahal, kata Haposan, KPU belum menetapkan pemenang Pilpres 2024 berdasarkan perolehan suara terbanyak.
"Hal ini, secara nyata-nyata telah menggiring opini masyarakat luas yang dapat menimbulkan perpecahan dalam masyarakat," kata Haposan.
Keempat, meminta Bawaslu untuk memproses secara hukum Prabowo-Gibran atas deklarasi kemenangan dimaksud.
Kelima, meminta kepada yang berwenang untuk mendiskualifikasi Prabowo-Gibran, pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) tahun 2024.
"Tuntutan ini berdasarkan pelaksanaan tahapan-tahapan proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden, hingga pelaksanaan perhitungan perolehan suara oleh setiap peserta Calon Presiden dan Wakil Presiden serta Quick Count yang didasarkan pada data Sirekap, di mana terjadi penggelembungan suara terhadap paslon tertentu," ucap Haposan.
Rekayasa Hukum
Haposan melanjutkan, proses penetapan Gibran sebagai cawapres melalui rekayasa hukum (konstitusi) sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 tahun 2023 merupakan upaya menghianati konstitusi dan merupakan tindakan yang sangat memalukan.
"Tindakan ini secara nyata dan kasat mata merupakan dugaan kuat pelanggaran dan/atau kecurangan pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024," jelas Haposan.
Pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil pendamping Prabowo, yang diterima langsung KPU tanpa merevisi dan/atau mengubah PKPU yang mensyaratkan umur 40 tahun merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh KPU.
"Hal ini terbukti keputusan DKPP dalam Keputusanya Komisioner KPU dinyatakan bersalah," kata Haposan.
Para relawan Ganjar-Mahfud, kata Haposan, menilai bahwa hukum telah digunakan sebagai instrumen politik, untuk menyandera tokoh-tokoh politik supaya mendukung paslon tertentu, dan merupakan tindakan untuk merusak sistem hukum.
Selain itu, tindakan presiden dengan mengarahkan aparat pemerintah untuk mendukung paslon tertentu merupakan penodaan terhadap demokrasi di Indonesia.
Sementara di berbagai daerah masyarakat disiram bantuan sosial (Bansos) tanpa melibatkan Kementerian Sosial (Kemensos) untuk menyalurkan bansos senilai Rp492 triliun, sebelum dilangsungkannya Pemilu 2024.
"Demikian Petisi Brawijaya ini disampaikan, Tuhan meridhoi upaya kita bersama untuk membangun Indonesia sesuai cita-cita yang tercantum didalam Pembukaan UUD 1945," tandas Haposan.