bulat.co.id -JAKARTA
| Untuk antisipasi potensi penyebaran spora antraks dari hewan ternak ke
manusia,
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI meningkatkan kewaspadaan seluruh fasilitas
pelayanan kesehatan (faskes) di Yogyakarta.
"Bakteri
penyebab
antraks apabila kontak dengan udara akan membentuk spora yang sangat
resisten terhadap kondisi lingkungan dan bahan kimia tertentu, bahkan sanggup
bertahan selama puluhan tahun di dalam tanah," kata Direktur Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi dalam konferensi
pers secara daring di Jakarta, Kamis (6/7).
Baca Juga :Pusaran Transaksi Rp 300 Miliar AKBP Tri Suhartanto, Nama Pimpinan KPK Mencuat
Imran mengatakan, antraks merupakan penyakit zoonosis disebabkan bakteriBacillus
Anthracisyang menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, domba
dan lainnya, serta bisa menular pada manusia.
Ada empat jenis antraks pada manusia, yang paling umum di Indonesia adalah
antraks kulit (cutaneous) dengan risiko kematian berkisar 25 persen karena
pengaruh sayatan atau luka lecet hingga bakteri masuk ke dalam jaringan kulit.
Berikutnya, antraks paru-paru dengan potensi kematian mencapai 80 persen akibat
spora antraks yang terhirup ke pernapasan dan mencapai dinding alveoli.
Antraks juga mampu menyerang saluran pencernaan dengan potensi kematian 25
hingga 75 persen. Bakteri masuk ke tubuh penderita usai mengonsumsi daging dari
hewan yang tertular dan tidak dimasak dengan sempurna.
Baca Juga :Harga Ayam Potong di Kupang Meroket
Terakhir, antraks injeksi sebagai jenis baru yang menyerupai antraks kulit.
Kasus itu ditemukan pada pengguna narkoba melalui jarum suntik.
Imran mengatakan, transmisi antraks terjadi karena pengaruh spora sebagai
pelindung bakteri saat berada di dalam tanah hingga sanggup bertahan selama
lebih dari 40 tahun.
Kemudian, spora masuk ke tubuh manusia lewat luka maupun makanan dan minuman
mengandung spora antraks. Bakteri tersebut juga bisa dimakan oleh hewan ternak.
"Pada saat hewan itu mati, nanti sporanya juga waktu dikubur akan bisa
masuk lagi, sehingga butuh penanganan lebih intensif lagi," katanya.
Imran melanjutkan, Yogyakarta merupakan kawasan endemis antraks yang baru-baru
ini memicu kematian tiga warga di Kabupaten Gunung Kidul akibat mengonsumsi
daging mengandung bakteri antraks.
Atas dasar itu, Kemenkes menerbitkan surat imbauan kepada seluruh faskes di
Yogyakarta untuk meningkatkan kewaspadaan melalui peran surveilans dan tata
laksana kasus antraks.
Ketentuan itu berlaku di wilayah Kulon Progo, Bantul, Kota Yogyakarta, Sleman,
dan Gunung Kidul.
Kemenkes juga membentuk Tim Satgas Terpadu One Health dari perwakilan dinas
kesehatan, dinas peternakan, dan dinas lingkungan hidup untuk melakukan
penyelidikan epidemiologi.
"Kami juga memberikan pengobatan kepada pasien yang terkonfirmasi positif
serta melakukan vaksinasi hewan ternak, dekontaminasi, hingga pembatasan
mobilisasi hewan ternak," katanya. (dhan/ant)