Karyawan Ngamuk Enggak Ikhlas, THR Anjlok Gegara Skema Pajak Baru: Diam-diam Menghanyutkan

Andy Liany - Sabtu, 30 Maret 2024 11:01 WIB
Karyawan Ngamuk Enggak Ikhlas, THR Anjlok Gegara Skema Pajak Baru: Diam-diam Menghanyutkan
net
Ilustrasi

bulat.co.id - Banyak orang terkejut dan protes melihat besarnya potongan pajak atas penghasilan dan tunjangan hari raya (THR) mereka di bulan Maret.

Biang keroknya adalah skema baru penghitungan dan pemungutan pajak penghasilan (PPh) yang diterapkan sejak Januari, yang disebut hanya menambah pekerjaan praktisi pajak dan memaksa banyak orang mengatur ulang rencana keuangannya.

Menjelang Lebaran yang akan jatuh pada pekan kedua April, berbagai perusahaan telah menyalurkan THR bersamaan dengan gaji bulanan pegawainya di minggu terakhir Maret.

Namun, bagi banyak orang, hari gajian pada Maret ini justru jadi hari yang mengejutkan. Termasuk untuk Dila (bukan nama sebenarnya) dan rekan-rekan sekantornya di sebuah perusahaan lokapasar atau e-commerce di Jakarta.

"Ini udah THR-an?"

"Serius?"

"Kok segini?"

Berbagai pertanyaan itu terlontar setelah Dila dan kawan-kawannya mengecek rekening tabungan mereka saat gajian pada 25 Maret silam.

Di luar THR dan tunjangan lembur yang sifatnya tak tetap, Dila biasanya mendapat penghasilan kotor sebesar Rp12,8 juta per bulan, termasuk gaji pokok senilai Rp11 juta.

Setelah dipotong PPh serta iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan, angka bersihnya kira-kira Rp11,6 juta.

Ini menggunakan perhitungan PPh dengan asumsi Dila tidak pernah lembur dan menggunakan fasilitas asuransi dan kesehatan (benefit in kinds).

Pada Maret, Dila mendapat THR senilai satu bulan gaji pokok dan tunjangan lembur hingga Rp2,1 juta.

Karena itu, penghasilan kotornya mencapai sekitar Rp26 juta.


Namun, angka bersih yang masuk ke rekeningnya hanya Rp22,1 juta.

Di luar potongan untuk iuran BPJS, PPh-nya saja menyentuh Rp3,4 juta.

"Pajak THR tahun ini kayak diam-diam menghanyutkan," kata Dila.

Dila mencoba menerima, "tapi enggak ikhlas".

Ia pun bersimpati dengan sejumlah teman sekantornya, yang menurutnya langsung murung begitu melihat rekening.

Apalagi, beberapa di antaranya adalah bagian dari "generasi sandwich" yang harus menanggung hidup diri sendiri, orang tua atau saudara, serta anaknya.

Dugaan Dila, ada rencana-rencana keuangan yang tak bisa mereka jalankan karena besaran THR tak sesuai harapan.

"Memang privilese paling gede adalah masih belum jadi 'generasi sandwich'," kata Dila.

Penulis
: Andy Liany
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru