Sebagai informasi, indeks persaingan usaha merupakan
satu-satunya indikator persaingan usaha yang mencakup seluruh provinsi di Indonesia
dan 15 (lima belas) sektor ekonomi. Indeks tersebut diukur melalui survei
terhadap 34 (tiga puluh empat) dengan responden yang mewakili berbagai
institusi seperti Kamar Dagang dan Industri, akademisi, Bank Indonesia, dan
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi.
Lanjutnya, kajian dilaksanakan dengan menggunakan konsep
atau paradigma struktur, perilaku dan kinerja (SCP) industri. Faktor lingkungan
bisnis seperti peraturan, kelembagaan, faktor permintaan dan penawaran juga
menjadi dimensi pembentuk indeks persaingan usaha.
Kajian tersebut juga menyimpulkan berbagai sektor dengan
tingkat persaingan usaha yang tinggi dan rendah. Disimpulkan bahwa pada tahun
2022, sektor (i) Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum; (ii) Perdagangan Besar,
Eceran, Reparasi Mobil, dan Sepeda Motor; dan (iii) Jasa Keuangan dan Asuransi
secara berurutan merupakan tiga sektor dengan tingkat persaingan usaha
tertinggi. Sementara sektor (i) Pengadaan Listrik dan Gas; (ii) Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang; dan (iii) Pertambangan dan Penggalian;
secara berurutan merupakan tiga sektor dengan tingkat persaingan usaha terendah.
Terhadap temuan CEDS UNPAD tersebut, KPPU berharap dengan
meningkatnya Indeks Persaingan Usaha, dapat terjadi peningkatan kesejahteraan
dan tingkat inflasi yang terkendali. Menurut Mulyawan R, Direktur Ekonomi KPPU
yang turut hadir dalam diseminasi hasil kajian tersebut, saat ini telah
berkembang pemahaman bahwa persaingan usaha menjadi salah satu instrumen
pengendalian inflasi dengan cara meningkatkan daya beli masyarakat melalui
peningkatan kesejahteraan, dan mencegah perilaku pelaku usaha melakukan praktik
monopoli dengan menaikkan harga diatas kewajaran.