Baca juga:Emas Antam di Pegadaian Terpantau Turun, UBS Naik
Potensi Berlanjut
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, mengungkapkan situasi dunia kian memburuk dan dikhawatirkan akan memukul perekonomian dalam negeri yang berujung pada pada PHK.
"Tekanan capital outflow, depresiasi nilai rupiah, serta penurunan ekspor dan kinerja manufaktur yang berpotensi meningkatkan
PHK menjadi dampak risiko eksternal yang harus mendapatkan perhatian lebih untuk diantisipasi," jelasnya.
Kekhawatiran Airlangga bersumber dari beberapa faktor. Pemburukan dari dampak Pandemi Covid-19 terhadap perekonomian yang belum berakhir ini menurutnya semakin diperparah dengan lonjakan inflasi yang tinggi, pengetatan likuiditas dan suku bunga yang tinggi, stagflasi, gejolak geopolitik, climate change, serta krisis yang terjadi pada sektor energi, pangan, dan finansial.
Airlangga bahkan berpendapat, ketidakpastian yang tinggi akibat dari kondisi ini juga telah menempatkan perekonomian global berada dalam pusaran badai yang sempurna, the perfect storm, sehingga mengakibatkan munculnya ancaman
resesi global pada 2023.
Pertumbuhan ekonomi global untuk 2022 kata dia akan berada pada rentang 2,8-3,2%. Lalu semakin menurut pada 2023 menjadi di kisaran 2,2-2,7% dari perkiraan awal berada di kisaran 2,9-3,3%.
Sinyal pelemahan ekonomi global ini juga tercermin dari kembali melambatnya Purchasing Managers' Index (PMI) global yang berada di level kontraksi 48,8 pada November 2022, setelah pada bulan sebelumnya tercatat pada posisi 49,9.
Sejumlah negara di dunia yang terlihat masih mengalami kontraksi PMI pada November di antaranya China (49,4), Inggris (46,5), Amerika Serikat (47,7), Jepang (49), dan Jerman (46,2).
Meski begitu, pertumbuhan seluruh sektor manufaktur ASEAN pada November 2022 tetap terjaga di level optimis, yakni di posisi 50,7. Ditopang indeks di Singapura (56,0), Filipina (52,7), Thailand (51,1), dan
Indonesia (50,3). Sedangkan Malaysia sudah di level pesimistis atau di bawah 50 (47,9), bersama Vietnam (47,4) dan juga Myanmar (44,6).