Ketua Koperasi Trangsan Manunggal Jaya, Suparji menyambut
baik kerjasama ini untuk peningkatan ekonomi daerah. Ditambahkannya, permintaan
yang tinggi membuat para pengrajin kesulitan dalam hal kapasitas produksi dan
pengembangan produk.
"Kendala kita selama ini terjebak pada pengembangan inovasi
dari desain yang sudah ada. Tidak seperti perusahaan besar yang memiliki tim
risetnya sendiri, para pengrajin memerlukan 'pengungkit' untuk melahirkan ide
segar pengembangan produknya. Terlebih, proses pembuatan kerajinan rotan yang
berkualitas butuh perhatian, waktu, dan ketelitian. Kita memerlukan pendampingan
dari mentor yang bisa mengarahkan. Adanya pendampingan dari LPEI sangat kami
sambut baik dengan harapan dapat membantu meningkatkan kapasitas produksi dan
skala usaha pengrajin desa ke pasar global," ucap Suparji.
Kepala Seksi PKC V Bea Cukai Surakarta, Agung Setijono menuturkan
Desa Trangsan telah terbukti meningkatkan kontribusinya terhadap devisa negara dari
tahun ke tahun.
"Desa Trangsan
menyumbang devisa lebih dari USD 3 juta di tahun 2019, USD 5,4 juta di tahun
2020, dan USD 5,7 juta di tahun 2021. Program Desa Devisa Rotan Sukoharjo ini
dapat menjadi batu loncatan bagi Desa Trangsan untuk meningkatkan kontribusi
devisanya secara berkelanjutan," tuturnya.
Saat ini, Desa Trangsan memiliki 220 usaha pengrajin kayu rotan
yang aktif memproduksi 150 kontainer kerajinan rotan setiap bulannya. Tak
tanggung-tanggung, terdapat total 5.000 hingga 6.000 pekerja berkontribusi
dalam kegiatan produksi setiap harinya dan lebih dari 60% penduduk desa adalah
kelompok pengrajin.
"Harapannya program Desa Devisa Rotan Sukoharjo bisa menjadi
bahan bakar semangat dan lokomotif untuk menggerakkan UKM pengrajin rotan yang
ada di Desa Trangsan, menambah pendapatan, meningkatkan kesejahteraan, dan
memajukan penjualan di skala ekspor," tutup Irwan.