Kadis DLHK Mabar Hampir Memegang Tinja Ketika Bakti di Pasar

Teguh Adi Putra - Jumat, 14 Maret 2025 04:57 WIB
Kadis DLHK Mabar Hampir Memegang Tinja Ketika Bakti di Pasar
Istimewa
Kadis DLHK Mabar, Vinsensius Gande hampir memegang Tinja ketika bakti di pasar
bulat.co.id -Labuan Bajo |Kepala Dinas [Kadis] Lingkungan Hidup dan Kebersihan [DLHK] Manggarai Barat [Mabar], Vinsensius Gande mengecam prilaku masyarakat yang menyimpan kotoran manusia atau tinja dalam plastik dan dibuangnya ke jalan.

Hal menjijikan ini dialami oleh Pegawai Kebersihan DLHK, Dorte Alamu, saat ia melakukan pembersihan di salah satu titik di Labuan Bajo.

"Bagi saya selaku kepala dinas ya, itu suatu perilaku yang sangat bejat dan tidak manusiawi. Sebuah prilaku yang seharusnya tidak boleh terjadi," kata Vinsen kepada Jurnalis media ini. Kamis, [13/3] pagi.

Menurut Vinsen, kejadian serupa tidak hanya terjadi di suatu tempat. "Itu tidak hanya terjadi di situ [Kampung Tengah] tapi juga di pasar-pasar," imbuhnya.

Bahkan Vinsen juga sempat mengalami hal itu ketika mengikuti kegiatan bakti di pasar.

"Termasuk waktu itu kita kerja bakti di pasar. Kita kira plastik ini isinya kosong, ternyata di dalamnya ada tai," katanya.

Vinsen menilai itu sangat menodai citra Labuan Bajo sebagai kota pariwisata dan semestinya itu tidak harus terjadi. "Tindakan semacam itu sangat merusak citra kota pariwisata. Dan seharusnya itu tidak boleh terjadi," jelasnya.

Lebih lanjut, Vinsen menyoroti pentingnya ketersediaan dan fungsi toilet umum di sekitar fasilitas publik.

"Kita di sini memang selalu mendeteksi ya, tapi poinnya adalah fungsi atau tidaknya toilet umum di sekitar fasilitas publik, misalnya pasar."

Menurutnya, jika toilet umum tidak berfungsi, maka pendatang dari luar kota yang tiba di pagi hari akan kesulitan mencari tempat buang air.

"Kalau tidak berfungsi, yang namanya orang yang datang pagi dari mana mana itu kan, dari luar kota jadi dia, mungkin dia rasa ini ya, dia buang aja tainya di plastik," jelasnya.

Terkait sosialisasi, Vinsen menuturkan, DLHK Manggarai Barat sebenarnya telah melakukan sosialisasi di beberapa titik, termasuk di Tempat Pelelangan Ikan [TPI] Kampung Ujung. Namun, menemukan pelaku yang membuang kotoran sembarangan tidaklah mudah. "Memang butuh sosialisasi dari warga setempat, baik RT/RW maupun Lurah," jelasnya.

Sosialisasi tentang Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) juga diakui masih minim karena keterbatasan anggaran.

"Akhir akhir ini memang kita belum mengarah ke situ ya, sosialisasi tentang KIE [Komunikasi, Informasi dan Edukasi]. Itu karena memang begini, itu kalau kita fasilitasi orang, kita butuh anggaran," keluhnya.

Tetapi sebenarnya, kata Vinsen, tanpa sosialisasi langsung, masyarakat bisa belajar dari kegiatan yang sudah ada, seperti program sekolah dan patroli Raimas Polres. Cara-cara ini bisa membantu meningkatkan kesadaran masyarakat.

Upaya DLHK dalam Pengelolaan Sampah

Vinsen menegaskan bahwa program pengelolaan sampah harus dimulai dari hulu, yakni dengan edukasi dan pemilahan sampah sejak awal.

"Memang program kita ke depannya kita mulai dari hulunya. Salah satunya dengan KIE tadi. Dan juga mampu memilah sampah sehingga meminimalisir pembuangan sampah itu. Sehingga di hilirnya, aktivitasnya berkurang," tegasnya.

Namun, saat ini DLHK masih lebih banyak berfokus pada penanganan sampah di hilir, seperti pengangkutan dan pembuangan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Sebagai bagian dari upaya meningkatkan kesadaran masyarakat, DLHK Manggarai Barat mengacu pada Perda Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Sampah. Regulasi turunannya, yang mengatur sanksi administrasi, masih dalam proses penyusunan.

Dalam upaya pengolahan sampah, DLHK akan menyiapkan dan menambahkan konteiner sampah di beberapa tempat. Misalnya di Nggorang, pantai Pede, kampung ujung dan beberapa tempat lain.

Tidak hanya itu, satu mobil pengangkutan khusus untuk hotel. Mobil yang tertutup tentunya sehingga airnya tidak tertiris di jalan.

Vinsen pun meminta hotel-hotel perlu memiliki komitmen untuk pemilahan sampah. "Kita mau, hotel hotel itu punya komitmen yang kuat untuk pemilahan sampah. Karena kita punya TPA di warloka itu kapasitasnya hanya untuk dua tahun ke depan," jelasnya dengan nada cemas.

"Sampah di TPA itu hampir penuh karena hotel hotel itu tidak bisa memilah sampah. Juga kapal kapal pesiar," Vinsen mengeluh.

Retribusi dan Target Kesadaran Masyarakat

Retribusi sampah dikenakan berdasarkan volume, dengan tarif Rp980 ribu per kubik bagi usaha di luar rumah tangga. Ketentuan ini diatur dalam Perda Nomor 6 Tahun 2023.

"Untuk rumah tangga pakai ukuran meteran listrik. Kalau meteran 450, 3 ribu rupiah, meteran 900 kenanya 13 ribu, sedangkan meteran 2 ribu sampai 5 ribu kenanya 27 ribu sedangkan meteran di atas 5 ribu kenanya 49 ribu," jelasnya.

Namun, menurut Vinsen, target utama bukanlah pendapatan, melainkan kesadaran masyarakat. "Makin sedikit orang buang sampah, makin kecil biayanya. Kalau dia pilahkan tidak beban dia. Tapi kalau dia tidak pilah, berarti kita hitung semua. Kalau misalnya satu hari dia bisa sampai satu kubik, kali 30 hari, besar biayanya," ungkap Vinsen.

Sementara itu, seluruh dana retribusi sampah nantinya akan disetorkan ke kas daerah untuk mendukung pengelolaan lingkungan yang lebih baik. "Uanganya disetorkan ke kas daerah," tutup Vinsen.

Penulis
: Ven Darung
Editor
: Ven Darung
Tags
Berita Terkait
Komentar
Berita Terbaru