bulat.co.id -JAKARTA
| Hangat dibicarakan terkait personel Kodam I/BB ramai-ramai mendatangi
Polrestabes Medan, Sumatera Utara. Kedatangan aparat berseragam loreng hijau itu
sontak minimbulkan tanda tanya besar.
Berbagai pendapat pun mencuat, ada yang menduga TNI
melakukan interpensi terhadap Polrestabes yang menanganani perkara dan sejumlah
pendapat lainnya. Namun, hal ini suduah dijelaskan langsung oleh pihak Kodam
I/BB.
Baca Juga :Mahasiswa Demo di Polda Sumut Minta Rocky Gerung Ditangkap
Kapendam I/BB Kolonel Rico Siagian, tidak membantah
adanya anggota TNI yang mendatangi Satreskrim Polrestabes Medan, yakni Mayor
Dedi Hasibuan.
Kolonel Rico menyebutkan, kedatangan Dedi untuk
menjumpai Kasat Reskrim Polrestabes Medan Kompol Teuku Fathir Mustafa. Dedi
ingin membicarakan soal penangguhan penahanan keluarganya berinisial ARH,
tersangka pemalsuan tanda tangan sertifikat tanah.
"Intinya dari Mayor Dedi ingin menanyakan surat
penangguhan yang mereka buat sudah sampai mana. Nah, setelah dijelaskan, ya
mereka memahami bahwa surat itu baru diterima hari ini sekitar pukul 14:00,"
kata Rico di Mako Polrestabes Medan, Sabtu (5/8).
Rico menjelaskan, penangguhan penahanan terhadap ARH
kini telah ditindaklanjuti. Sehingga ARH dilepaskan dari sel tahanan Polrestabes
Medan.
"Mau datang 1 orang atau 10 orang, menurut saya
bukan menjadikan, wah, ini sesuatu yang negatif. Memang kebetulan Dedi membawa
teman-temannya. Tapi bukan berarti untuk menyerang," ujarnya.
Baca Juga :Truk Tangki Pertamina Ludes Terbakar di Gerbang Tol H Anif, 4 Unit Mobil Damkar Diterjunkan
Rico pun menegaskan, tidak ada pengerahan personel.
Hanya saja, Dedi ingin ARH ditangguhkan dan akhirnya diwujudkan Polrestabes
Medan.
Sementara, Koalisi Masyarakat Sipil mengkritik
terkait puluhan anggota TNI mendatangi Polrestabes Medan ini. Koalisi
Masyarakat Sipil menilai apa yang dilakukan oleh sejumlah anggota TNI itu
sebagai bentuk intimidasi.
"Kami menilai
upaya mendatangi Mapolrestabes Medan oleh oknum anggota TNI (sekitar 40an/
Tribun medan 05/08/23) patut diduga kuat sebagai bentuk tindakan intimidasi dan
sewenang-wenang, yang tidak dibenarkan dalam negara hukum," tulis Koalisi
Masyarakat Sipil dalam keterangan tertulisnya, Minggu (6/8). (dhan/dtk)